<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d7081155753074525083\x26blogName\x3dArtikel+Tanah+Air+-+ku\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://mugi-bangsa.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://mugi-bangsa.blogspot.com/\x26vt\x3d-1739247575418278458', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe", messageHandlersFilter: gapi.iframes.CROSS_ORIGIN_IFRAMES_FILTER, messageHandlers: { 'blogger-ping': function() {} } }); } }); </script>

17 January 2007


Arsip Lama Dana Kompensasi BBM

Meski beberapa hari menjelang harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dinaikkan terjadi demo yang cukup banyak dari berbagai kalangan, mulai dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Jawa, Front Aksi Mahasiswa Trisakti, Front Aksi Mahsiswa UI, Front Kota, Forum Umat Islam, mantan presiden Megawati Soekarno Putri, sampai mantan presiden Abdurrahman Wahid bersama Aliansi Mahasiswa dan Rakyat Bersatu serta beberapa kalangan yang tidak cukup untuk disebutkan disini, namun demi menyelamatkan bangsa dengan dalih perhitungan anggaran Negara akan terkuras banyak untuk subsidi BBM, yang dapat menyebabkan

subsidi untuk sektor pendidikan, kesehatan dan sektor pembangunan yang lain menjadi sangat kecil, maka kenaikan BBM yang diakui pemerintah sebagai keputusan tak popular berhasil dengan gemilang naik tinggi dan keterlaluan. Harga baru berlaku per 1 Oktober 2005 yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2005 sebagai berikut :
• Minyak tanah/liter Rp. 700,- menjadi Rp. 2.000,- (naik 185,7%)
• Minyak Solar/liter Rp. Rp. 2.100,- menjadi Rp. 4.300,- (naik 104,76%)
• Premium/liter Rp. 2.400,- menjadi Rp. 4.500,- (naik 87,5%)
Harga tersebut di atas dengan nilai average mencapai 107% yang sudah menghenyakkan banyak orang pun akan kembali naik mengingat premium dan solar baru 80%, sedangkan minyak tanah masih 40% dari harga pasar dunia. Pemerintah menargetkan Premium akan mencapai harga keekonomiannya pada 1 Januari 2007, Solar pada 1 Juli 2007 dan minyak tanah pada Januari 2008. Padahal jauh sebelum berita kenaikan tersebut diumumkan, pemerintah memberikan sinyalemen yang mengarah pada statement harga kenaikan tidak akan melebihi 50%.

Hal ini dinilai banyak pengamat merupakan langkah yang sangat berbahaya, mengingat kenaikan harga ini pasti akan mempunyai dampak rentetan yang panjang, terlebih lagi kenaikan ini dilakukan menjelang Lebaran (meski MUI telah meminta secara langsung agar kenaikan harga BBM ditunda hingga Lebaran usai). Meski ada pengamat yang menilai secara ekonomi keputusan pemerintah ini tepat karena menaikkan sekaligus sehingga semua masalah akan terkonsentrasi di tahun 2005, dengan demikian pemulihan ekonomi akan berlangsung cepat di tahun 2006, namun jumlah pengamat tersebut sangat kecil perbandingannya dengan yang bertentangan.

Dampak Kenaikan Harga BBM dan Kompensasinya
Semua pihak menyadari bahwa keputusan pemerintah tersebut memiliki dampak yang meluas dan terjadi secara signifikan, karena tidak hanya hanya pemilik industri baik tekstil, garment, elektronika dan industri lain saja yang gamang menghadapi masalah ini, tetapi Perusahaan atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pun ikut kelimpungan. Bisa dibayangkan dahsyatnya dampak kenaikan BBM ini terhadap rakyat kecil yang berada pada level paling bawah. Tampaknya sulit mengharapkan pembatalan pencabutan subsidi, karena selain beban riil pemerintah berat, harus diakui, dampaknya akan buruk bagi para investor lokal maupun global. Kebijakan menjadi bahasa yang dipertaruhkan karena menyangkut kredibilitas. Beberapa dampak akan saya coba paparkan disini:
1. Ketepatan Subsidi
Masyarakat dijejali dengan propaganda yang menyesatkan, seolah subsidi berlaku dan diberikan hanya bagi orang miskin, karena itu ketika dinilai salah sasaran, subsidi bagi kaum miskin bisa dengan mudah dihentikan. Dengan mengambil data tahun 2000 kita mencatat pemerintah menyuntikkan dana kepada industri perbankan sebesar Rp. 257 triliun, sementara di tahun yang sama subsidi untuk listrik, pangan, pendidikan, kesehatan, pertanian dan BBM tidak lebih dari Rp. 30,828 triliun. Pada tahun 2002 pemerintah mengeluarkan kebijakan dalam kasus BLBI dalam bentuk Letter of Release and Discharge kepada sejumlah konglomerat dengan mengeluarkan subsidi sebesar Rp. 75 triliun. Alhasil anggaran Negara lebih banyak dialokasikan untuk membayar hutang ketimbang membiayai pembangunan. Lalu dimana sumber kemacetan ekonomi ?

Tak perlu hitungan rumit menggunakan logika International Monetary Fund (IMF) yang mengarahkan kemacetan ekonomi ada pada subsidi BBM, tapi penyebab kemacetan ekonomi yang utama adalah perkara ketidakadilan. Bicara subsidi bagi rakyat miskin terkait 2 hal yaitu “Nilai Subsidi” dan “Implementasi”. Yang dipersoalkan selama ini lebih pada implementasi, bukan baik buruknya subsidi. Jika masalahnya pada implementasi, maka perbaiki implementasi tersebut, bukan dengan meniadakan subsidi, jika perkaranya karena keterbatasan dana, banyak data menunjukkan subsidi bagi kaum kaya jauh lebih besar ketimbang subsidi bagi kaum miskin. Subsidi bagi kaum miskin bukan dalam bentuk barang atau uang, karena sulit diakses, subsidi ini lebih tepat untuk keadaan darurat. Subsidi akan lebih berarti bila dialokasikan dalam bentuk realokasi sumber daya dan modal yang selama ini hanya dinikmati kelompok tertentu. Akses atas modal, ruang, lahan, informasi dan pendidikan murah adalah bentuk subsidi yang paling banyak mereka harapkan, jadi berikan pancing, kail, umpan dan cara penggunaannya, bukan diberikan ikan untuk digoreng, dimakan, habis, lalu kelaparan lagi. Jika pemerintah tidak mampu memberikan subsidi macam ini, setidaknya berikanlah subsidi rasa aman, bebas dari perampasan hak milik, bebas memegang agama dan keyakinannya.

2. Bantuan Langsung Tunai (BLT)
Untuk mengimbangi keputusan nekat menaikkan harga BBM tersebut, pemerintah mengeluarkan kebijakan kompensasi kenaikan dalam BLT, sebuah kebijakan yang lahir dari balik meja tanpa melihat, mendengar apalagi merasakan kesulitan kaum miskin dan pasti sesat dalam memprediksi dampaknya di lapangan. BLT yang penentuan kriteria awalnya sudah keliru tentang keluarga miskin yang berhak mendapatkan bila penghasilan keluarga miskin tersebut sebesar Rp. 175.000,-, hanya menghasilkan kecemburuan sosial, kerusuhan, kesengsaraan (mengingat tidak semua yang mendapat BLT mampu mendatangi tempat tunjangan untuk hidup 3 bulan, dari segi kesehatan atau gografis malah beberapa ada yang tewas saat mengantri BLT), penyelewengan atau penyalahgunaan wewenang dari ketidaktahuan sampai kasus Muara Bungo yang menewaskan ketua RT karena ditikam warganya sendiri.

Rupanya kegagalan program Jaring Pengaman Sosial (JPS) dan beras untuk keluarga miskin (raskin) belum cukup menjadi pelajaran berharga atas ketidakefektifannya sebagai usaha mengentaskan kemiskinan. Banyak alternative lain yang bisa dijadikan pengganti BLT yang gelap akan target apa yang hendak dicapai, berapa lama kompensasi tersebut diberikan? Sampai mereka kaya dengan modal Rp. 100.000,- yang diberikan tiap bulan? Jadi untuk tidak menambah acak-adut kondisi yang sudah ruwet ini, BLT dikubur saja. Alternatif yang perlu dipikirkan antara lain :
a) Menyediakan dana dari APBN untuk mengadakan bufferstock minyak tanah, solar, premium dan beras, dengan patokan yang jelas dan pasti terjangkau rakyat.
b) Mengadakan open market policy dalam hal kebijakan bufferstock itu, jika harga berada di atas harga yang dipatok pemerintah. Pembebasan bea masuk pasokan minyak tanah, solar, premium dan beras.

3. Energi Alternatif
Naiknya harga minyak tanah yang mencapai 185,7% masih ditambah berat dengan kelangkaan bahan bakar tersebut beredar di masyarakat, menyebabkan masyarakat miskin yang survive memilih menggunakan kompor briket berbahan bakar batubara dimana jelas bertentangan dengan program Langit Biru yang digemborkan pemerintah belum lama berselang. Namun pemakaian kompor briket batubara yang ramai diberitakan media massa tersebut justru menjadi ide buat pemerintah untuk melaksanakan “siasat politik” guna meredam gejolak sosial dengan memberikan kompensasi BBM dalam bentuk bantuan pemberian 1 milyar kompor briket batubara untuk rakyat miskin. Rupanya pemerintah memandang pers atau media massa sebagai wakil dari public (representative of the public) dengan menganggap laporan atau berita mengenai reaksi masyarakat adalah barometer terbaik bagi berhasilnya kebijakan yang telah dilakukan, dengan mengesampingkan berita yang bertentangan dengan kebijakan mereka.

Energi alternative bukan hanya batubara yang tampak kasat mata ketidaksehatannya sebagaimana pernyataan WHO, polycyclic aromatic hydrocarbons yang dihasilkan selama pembakaran batubara adalah penyebab kanker tenggorokan dan kanker paru dan zat lain yang dihasilkan meningkatkan resiko infeksi saluran pernafasan dan penyakit pernafasan kronis lainnya, seperti bronchitis dan efisema. Batubara mengandung zat racun seperti sulfur, merkuri, arsenic, selenium, dan fluoride, disamping sulit pengoperasian karena memakan waktu lama. Bahan Bakar Hayati lebih ramah lingkungan dan dapat dibuat dengan mudah dari semua tanaman yang mengandung minyak untuk digunakan sebagai biodiesel, hal ini sudah dibuktikan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi yang bekerja sama dengan PT. Sido Muncul dengan mengangkut para pedagang jamu se-Jabotabek untuk mudik lebaran dengan menggunakan bus bertenaga biodiesel. Tidak hanya itu, energi biogas juga dapat digunakan, energi non-BBM berbahan serbuk kayu, ampas tahu dan banyak lagi. Jadi anggaran untuk pembelian 1 milyar kompor briket batubara (tentunya bahan bakar batubara cukup sulit didapat untuk beberapa daerah yang akan menerima bantuan tersebut) sebaiknya dialihkan secara aktif, efektif dan secara segera pada penggunaan energi-energi alternatif tentunya dengan prioritas bagi dapur dan transportasi rakyat, serta industri-industri, yang biaya peralihan dan sebagainya itu dari APBN.

4. Pertanian
Satu dari sekian banyak alasan pemerintah menaikkan harga BBM adalah untuk subsidi di bidang pertanian.Untuk hal satu ini masih sama gelapnya dengan program kompensasi kenaikan BBM lainnya. Belum jelas akan diberikan subsidi macam apa bagi petani di Indonesia, padahal jelas, kaum petani yang menggarap tanah untuk manusia lain, telah dipinggirkan posisinya, disini tanah mengandung moral dan ekonomi bagi manusia. Ekonom Faisal Basri mengatakan, indeks nilai tukar petani (NTP) tahun 2005 ada pada titik terendah pada dasawarsa terakhir, sederhananya, petani ada pada posisi paling lemah di negri ini. Padahal, siapakah yang sebenarnya menyediakan makanan buat kita ? Petani!

Pengelolaan tanah yang lebih baik bukan cara komunal seperti sebelumnya, tetapi justru dengan membentuk lembaga yang menyewakan tanah pada petani, sebagai mana petani di Inggris menyewa tanah pada Sang Ratu. Dengan demikian dapat dihindarkan penguasaan tanah pada tangan-tangan yang sama sekali tak mengeluarkan keringat untuk menggarapnya. Penghargaan pada petani dapat meningkatkan penghasilan mereka dan menyebabkan naiknya harga produk pertanian. Kenaikan ini harus diikuti naiknya penghargaan pada pekerja sektor lain sehingga NTP juga akan naik, bukan terpuruk seperti saat ini.

5. Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
Melalui pemberian dana kompensasi BBM, yaitu BOS, dimaksudkan agar sekolah gratis, tetapi dalam praktiknya bantuan tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya. BOS ditujukan kepada seluruh pendidikan dasar dari tingkat SD dan Madrasah Ibtidaiyah(MI) serta tingkat SMP dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), dengan jumlah total Rp. 5,136 triliun, sampai kini telah terkucur lebih dari 90,68% atau sebesar Rp. 4.657 triliun.

Selain perlunya diadakan audit, subsidi BOS ini perlu dipublikasikan karena sejauh ini belum semua warga yang mengetahui adanya dana BOS, kondisi demikian sangat rawan penyalahgunaan oleh pihak birokrasi maupun pengelolanya sendiri, kalau di Jakarta saja banyak masyarakat yang belum mengetahui keberadaan BOS, bagaimana daerah pelosok seperti Aceh, Papua atau pacitan?

6. Kesehatan
Dana kompensasi BBM untuk subsidi kesehatan lebih tidak enak lagi untuk dibicarakan, sampai-sampai ada anekdot “Orang miskin dilarang sakit”. Kartu keluarga miskin (GAKIN) yang seyogyanya dapat digunakan untuk meringankan si miskin berobat, ditolak mentah-mentah di rumah sakit manapun di Indonesia dan hanya berlaku untuk pembelian obat-obatan murah (generik), tidak berlaku untuk pemeriksaan dan hal lain di luar obat tadi. Disamping kesehatan badan, pemerintah kita sepertinya tidak memiliki orang yang paham psikologi massa yang dapat memberikan masukan kepada pemerintah dalam mengambil kebijakan, sehingga pemerintah cenderung mengambil “jalan pintas” untuk mengatasi persoalan tanpa memedulikan kondisi psikologi masyarakat.

Pemerintah perlu merekrut orang yang paham psikologi massa, sehingga tidak cukup hanya berharap masyarakat sabar dan menerima tetapi akhirnya ngamuk juga. Kecenderungan melakukan tindakan anarkis adalah dampak yang timbul dari depressi massal, karena semua orang (kaum miskin) tertindas oleh ketidak adilan.

Kesimpulan
Kebijakan yang telah diputuskan pemerintah tampaknya sulit untuk dilakukan pembatalan pencabutan subsidi BBM, sehingga alternative penyelesaian dari dampak yang ditimbulkan dari kebijakan tersebut harus dirancang dengan baik, tidak asal dan tentunya dengan keseriusan, bukan untuk konsumsi politik belaka.
Masih banyak alternatif lain yang bisa dijalankan asal diimplementasikan dengan baik (plan, do, control).

Saran
Dengan jumlah penduduk lebih dari 230 juta jiwa, Indonesia adalah raksasa yang memilik pangsa pasar sangat besar dibandingkan Negara ASEAN lainnya. Namun semua tergantung pemerintah Indonesia, kalau bisa menyediakan iklim investasi yang lebih baik, kondusif dan pasti melakukan kebijakn pemerintah yang tepat, sudah pasti Indonesia akan memenangi persaingan dalam memperebutkan investasi.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home


Islamic Calendar Widgets by Alhabib
Free Hijri Date

Kecantikan seseorang harus dilihat dari matanya, karena itulah pintu hatinya - tempat dimana cinta itu ada.