Di Langit Ada Surga, di Bumi Ada Putau
Mati lagi satu bujangan di kampungku, setelah sebelumnya seseorang yang juga sepergaulan menemui ajal dengan kondisi badan kerontang nyaris tanpa darah. Penampakan mereka sungguh bagai pantulan cermin orang terbungkus bencana kelaparan, yang hanya beda caranya mati.
Sebenarnya Aku malu mewartakan kampungku sebab nyaris tak ada berita baik. Ya.. memang katanya kampungku tempat strategis, berada di pusat kota besar. Sebelah utara berdiri pasar tua yang cukup besar milik Pemda, begitu pula di bagian selatan, sementara di barat berdiri pusat sebuah kantor militer lengkap dengan asramanya yang mirip atau memang sebuah apartemen karena dibuat bertingkat-tingkat, di sisi timur lebih banyak pemukiman penduduk, meski agak jauh ada sebuah Mal, namun sebelum sampai sana kita akan lewati 2 sampai 3 toko serba ada.
Kampung ini bernama jalan Ungaran, sebelumnya jalan Menteng Rawa Jelawe yang berubah nama supaya terdengar lebih sejuk. Tidak ada jalan besar, hanya ada jalan yang dapat dilalui sebuah mobil dan selalu repot bila berpapasan dengan mobil lain. Lebih banyak gang-gang satu depa mungkin lebih 1 atau 2 jengkal yang bermuara ke jalan tadi. Berita baiknya adalah terdapat Mushola yang dipergunakan masyarakat setempat untuk menjalankan ibadah sehari-hari atau kegiatan lain seperti pengajian, ceramah agama, perkumpulan organisasi pemuda, dan hebatnya Mushola ini ada di setiap gang yang jumlah gangnya itu sendiri tak sempat aku menghitungnya meski sudah tinggal disini lebih dari 10 tahun.
Namun di balik cahaya pasti ada kegelapan, seperti halnya siang bergandengan dengan malam, di kampung ini lengkap dengan semua dosa/kesalahan yang dapat disebutkan manusia dewasa yang sehat tentunya. Tidak akan cukup kiranya dosa itu saya tuliskan disini, hanya cukup kita tahu bahwa sungguh sangat banyak.
Tempat mana yang malamnya selalu berhias judi? Klub malam atau bahkan lokalisasi sekalipun akan menunda keasyikannya saat bulan puasa atau di hari besar keagamaan, tapi tidak disini.. Lalu zina, jenis kelamin berbeda yang hidup bersama tanpa ikatan, tumpah ruah minuman penghilang akal, merampas hak hidup orang lain, harta, dengan paksa ataupun izin (membodohi orang lain dengan akal bulus) dan ahh.. sungguh tak kan cukup kutuliskan disini.
Bukan lantaran aliran putih di kampungku tinggal diam, tapi terjadi karena simbiosis mutualisme yang tercipta dari toleransi kedua aliran.. Hitam & Putih, keduanya berkepentingan.
Aliran putih akan aman dari gangguan pihak luar lingkungan, karena si Aliran hitam adalah garda terdepan dalam mempertahankan kampung. Sebaliknya Aliran Hitam merasa tentram menjalani kegiatan rutinnya dengan beranggapan bahwa Tuhan tidak akan menghukum dia dan kampungnya, sebab banyak orang yang ikhlas menyembah dan berjalan di jalan Tuhan.
Tapi bukan itu semua yang membuat bulu kuduk berdiri. Meski tidak akan pernah dijumpai pemuda-pemudi yang menggunakan narkoba jenis Putau, namun korban yang jatuh mampus mencapai puluhan. Memang tidak sekaligus si pemakai (Pasien) saat menyuntikkan (pakau) putau langsung menemui ajal, biasanya didera penyakit berat berkelanjutan. Penyakit yang dapat dipastikan diderita pasien adalah Hepatitis, dan tak jarang HIV/AIDS.
Buat manusia yang meyakini Hari Akhir dan keindahan Surga, maka dengan kesadaran penuh mereka berlomba-lomba sepenuh daya usaha melakukan berbagai kebajikan seperti dicontohkan dalam Kitab Suci. Berbeda terbalik bagi mereka pecandu narkoba ini, meski mereka sadar bahayanya, namun tidak dapat berbuat banyak hingga terperosok dan makin dalam terperosok, mengikuti kebutuhan tubuhnya.
Sepulang dari mengantar jenazah temannya yang juga temanku, Syarif bercerita banyak tentang penyakit yang mendekam dalam tubuh temannya yang kini sebagai mayat ditimbun tanah. Sepertinya dia banyak tahu tentang pemuda-pemudi di kampung ini yang mengkonsumsi putau. Bahwa orang yang pakau haruslah senantiasa makan teratur, minum vitamin dan tidak pernah berbagi pinjam alat injection yang mereka sebut insul (mungkin dari kata insuline).
Ingin tahu lebih jauh, saya coba tanya lebih dalam yang dijawab dengan fasih. Ketika pertanyaan saya bermuara pada dirinya, dia menjawab bahwa sudah lama itu dia tinggalkan, kini dia berada di garis depan untuk mengingatkan teman2nya yang masih terlilit putau. Mungkin karena saat ini Syarif sudah punya bini dan telah beranak pula, hingga kematangan berfikirnya sudah meningkat... betapa membanggakan!
Sayangnya kebanggaan itu terlambat bersamaan dengan kesadaran teman saya tersebut. Kuman HIV/AIDS sudah melumpuhkan antibodi dalam darah dan merontokkan sel T yang berfungsi melawan zat yang tidak dikenal tubuh, termasuk virus. Akibatnya dapat diterka, setelah lebih 3 bulan menderitakan sakit berkepanjangan... Syarif berpulang, entah ke pangkuan Tuhan, entah di sisi Tuhan. Semoga saja Tuhan menilai lebih atas niat baik di akhir hayatnya... Amin.
Kampung ini bernama jalan Ungaran, sebelumnya jalan Menteng Rawa Jelawe yang berubah nama supaya terdengar lebih sejuk. Tidak ada jalan besar, hanya ada jalan yang dapat dilalui sebuah mobil dan selalu repot bila berpapasan dengan mobil lain. Lebih banyak gang-gang satu depa mungkin lebih 1 atau 2 jengkal yang bermuara ke jalan tadi. Berita baiknya adalah terdapat Mushola yang dipergunakan masyarakat setempat untuk menjalankan ibadah sehari-hari atau kegiatan lain seperti pengajian, ceramah agama, perkumpulan organisasi pemuda, dan hebatnya Mushola ini ada di setiap gang yang jumlah gangnya itu sendiri tak sempat aku menghitungnya meski sudah tinggal disini lebih dari 10 tahun.
Namun di balik cahaya pasti ada kegelapan, seperti halnya siang bergandengan dengan malam, di kampung ini lengkap dengan semua dosa/kesalahan yang dapat disebutkan manusia dewasa yang sehat tentunya. Tidak akan cukup kiranya dosa itu saya tuliskan disini, hanya cukup kita tahu bahwa sungguh sangat banyak.
Tempat mana yang malamnya selalu berhias judi? Klub malam atau bahkan lokalisasi sekalipun akan menunda keasyikannya saat bulan puasa atau di hari besar keagamaan, tapi tidak disini.. Lalu zina, jenis kelamin berbeda yang hidup bersama tanpa ikatan, tumpah ruah minuman penghilang akal, merampas hak hidup orang lain, harta, dengan paksa ataupun izin (membodohi orang lain dengan akal bulus) dan ahh.. sungguh tak kan cukup kutuliskan disini.
Bukan lantaran aliran putih di kampungku tinggal diam, tapi terjadi karena simbiosis mutualisme yang tercipta dari toleransi kedua aliran.. Hitam & Putih, keduanya berkepentingan.
Aliran putih akan aman dari gangguan pihak luar lingkungan, karena si Aliran hitam adalah garda terdepan dalam mempertahankan kampung. Sebaliknya Aliran Hitam merasa tentram menjalani kegiatan rutinnya dengan beranggapan bahwa Tuhan tidak akan menghukum dia dan kampungnya, sebab banyak orang yang ikhlas menyembah dan berjalan di jalan Tuhan.
Tapi bukan itu semua yang membuat bulu kuduk berdiri. Meski tidak akan pernah dijumpai pemuda-pemudi yang menggunakan narkoba jenis Putau, namun korban yang jatuh mampus mencapai puluhan. Memang tidak sekaligus si pemakai (Pasien) saat menyuntikkan (pakau) putau langsung menemui ajal, biasanya didera penyakit berat berkelanjutan. Penyakit yang dapat dipastikan diderita pasien adalah Hepatitis, dan tak jarang HIV/AIDS.
Buat manusia yang meyakini Hari Akhir dan keindahan Surga, maka dengan kesadaran penuh mereka berlomba-lomba sepenuh daya usaha melakukan berbagai kebajikan seperti dicontohkan dalam Kitab Suci. Berbeda terbalik bagi mereka pecandu narkoba ini, meski mereka sadar bahayanya, namun tidak dapat berbuat banyak hingga terperosok dan makin dalam terperosok, mengikuti kebutuhan tubuhnya.
Sepulang dari mengantar jenazah temannya yang juga temanku, Syarif bercerita banyak tentang penyakit yang mendekam dalam tubuh temannya yang kini sebagai mayat ditimbun tanah. Sepertinya dia banyak tahu tentang pemuda-pemudi di kampung ini yang mengkonsumsi putau. Bahwa orang yang pakau haruslah senantiasa makan teratur, minum vitamin dan tidak pernah berbagi pinjam alat injection yang mereka sebut insul (mungkin dari kata insuline).
Ingin tahu lebih jauh, saya coba tanya lebih dalam yang dijawab dengan fasih. Ketika pertanyaan saya bermuara pada dirinya, dia menjawab bahwa sudah lama itu dia tinggalkan, kini dia berada di garis depan untuk mengingatkan teman2nya yang masih terlilit putau. Mungkin karena saat ini Syarif sudah punya bini dan telah beranak pula, hingga kematangan berfikirnya sudah meningkat... betapa membanggakan!
Sayangnya kebanggaan itu terlambat bersamaan dengan kesadaran teman saya tersebut. Kuman HIV/AIDS sudah melumpuhkan antibodi dalam darah dan merontokkan sel T yang berfungsi melawan zat yang tidak dikenal tubuh, termasuk virus. Akibatnya dapat diterka, setelah lebih 3 bulan menderitakan sakit berkepanjangan... Syarif berpulang, entah ke pangkuan Tuhan, entah di sisi Tuhan. Semoga saja Tuhan menilai lebih atas niat baik di akhir hayatnya... Amin.
0 Comments:
Post a Comment
<< Home